Hampa dalam Riuh

Pinterest

Wajah-wajah penuh kemenangan. Di tengah hiruk piruk kegembiraan, satu hati terpojok di ujung jalan. Kejayaan bertengger di atas tangannya, namun dalam tatapan yang hening, ia berulang kali berteman kematian. Tak ada kehidupan di wajahnya. Orang yang tertawa telah merampasnya. Kini ia hidup dalam wajah yang mati.

Orang itu menelan kehidupan di atas kehidupan. Air mata adalah sumber penghidupan. Harapan tanpa dunia adalah lahan kehidupan. Di tengah kesibukan langkah yang berlalu, ia menari mengangkat tangan, memeluk setiap langkah yang tersesat. Namun pelukannya bukanlah kompas kehidupan, melainkan pangkuan ajal. Sebuah akhir tuk menyambut penderitaan baru.

 ‘Selamat’ ia lagukan tawa kemenganan untuk kemunduran. Ia ambil sepatu-sepatu sebagai pengganti peluhnya. Ia menuntut tepukan pada bahunya, pun tangis haru untuk dunia huru hara yang ia bangun. Dan ia tersenyum sedang di bawah kakinya adalah lautan langkah yang merindu  pulang. Langkah-langkah kelaparan yang memohon sesuap sinar, namun terlanjur hilang dari napas kehidupan.  

Ia ada di segala arah mata memandang. Ia tak menyisakan sedikit pun waktu jika bukan untuk tangannya. Napasnya adalah pusat semesta, begitu pikirnya. Dan segala langkah yang masuk ke dalam orbitnya harus menjadi punggung kehidupannya. Ia menuntut kepatuhan, menghisap napas mereka, tanpa menyisakan apa pun kecuali kehampaan.

Entah sel-sel apa yang sudah merasuki pandangannya, jauh dalam napasnya ia hanyalah langkah tak bersepatu. Ia adalah napas tanpa hembusan. Dan ia adalah dunia yang menutup diri dari mentari. Ia terlalu lemah untuk sekedar membuka wajahnya. Sehingga tak heran jika ia mencuri wajah semesta.

Namun tangannya telah berulang kali menyulap kehidupan menjadi kematian. Menyisakan langkah-langkah yang hidup dalam wajah yang mati.

0 Comments