Animo

@cdd20

Aku berjalan di atas hasrat. Ditunggangi. Kartu pilihan dipertaruhkan. Di antara rute ya dan tidak, aku memohon restu surga untuk dunia. Agaknya ini kan berhasil sebab ada surga di setiap langkahku. Sayang, tak ada pintu yang terbuka. Mungkinkah aku keliru mengambil kunci atau aku yang tak memiliki kunci itu? Namun, aku punya surga, mengapa tak kuasa? 

Itu bergema, berkisar sebagai awal dan akhir. Mula-mula aku menandai roman surga sebagai bentuk kemunafikan, suatu kemunduran, tapi aku hanya semakin melukai langkah-langkahku. Oh, restu surga, angkat kakilah untuk restu dirimu. 

Seakan terbuang. Menjadi sampah Karun, hasrat setiap mata. Itu berat. 

Aku menertawai lakonku, di tengah-tengah mereka. Kehendak. Ditunggangi. Aku sendiri menutup mataku dari napas yang dikehendaki. Di saat malam turun bersama kegelapan, semilir angin malam bersama dingin, bulan bersama bintang-bintang, dan aku sendiri menyembunyikan diri di dalam saku celanaku. 

Setidaknya, saat tak ada apapun di sampingku, aku masih memiliki diriku di dalam saku celanaku. Aku untuk diriku. Dan kala pagi turun, mentari memekik memaki jiwa-jiwa yang menuntut kebebasan atas kehendak. Sedang aku menutup mata dan telinga, 'oh pagi yang cerah, mari mencari santapan pagi.'

Aku untuk diriku. 

 

2 Comments