Ego di Ujung Jalan

 

Pixabay @ogmentry

Segalanya datang dan pergi. Saling mengisi kekosongan dalam ruang. Meninggalkanku sendiri berdiri di ujung jalan tanpa ruang. Aku menerawang jauh menembus langit, tapi mataku tak mampu. Kilau sinar mentari menutup mataku. Aku hanya tinggal seorang, masih berdiri di ujung jalan tanpa ruang melihat keadaan berganti mengucap selamat tinggal dan selamat jalan. 

Kepala-kepala yang melintas di segala arah mata angin menepuk bahuku, tersenyum, tertawa, mencubit pipiku, lalu pergi begitu saja, tak ada yang tersisa kecuali tubuhku yang berdiri mematung di ujung jalan. Mataku menerawang, masih dalam usaha yang sia-sia. Kepala-kepala itu, mereka membuatku sesak. Dadaku seperti dibenturkan oleh tangan mereka yang menepuk dan mencubit, juga bibir yang tertawa dan tersenyum. Semua untuk mereka. Ketulusan murni yang keluar dari hati untuk kebesaran hati mereka sendiri. Bukan untukku.  

Aku berdiri di ujung jalan mengamati kepala-kepala yang bergantian mengisi ruang itu. Aku menggigil di bawah terpaan sinar mentari, masih berdiri di ujung jalan tak punya ruang. 


0 Comments