Aku menulis ini dengan harap kau kan menemukan jiwa yang kuselipkan di dalam tulisan ini.
Aku berjumpa dengannya di dalam siang. Di dalam malam, aku mendapati kupu-kupu memenuhi ruang perutku. Dan di dalam pagi, siang dan malam mendekap di atas lembaran baru tanpa jumpa dan sapa.
Masihkah?
Ia telah mengambil waktuku. Ia menjadi pagi, siang, dan malam. Aku tak punya jalan untuk melarikan diri. Sebenarnya, aku pun belum bersungguh-sungguh untuk melarikan diri. Ia sudah mengambil waktuku, bukankah aku harus mendapatkan waktuku kembali?
Masihkah?
Pada rekaman jejak lalu, kala indra tak lagi mendapat rasa, maka langkah kan mengambil garis awal. Namun, segalanya telah berbalik dalam garis ini. Padahal waktu telah menua, cukup berumur untuk membuatku melangkah mengambil titik awal. Sayang, ia malah menjamur di dalam darahku. Kilas cerita satu persatu ikut berdenyut di dalam nadiku. Dan ini sungguh membuatku kehilangan akal.
Masihkah?
Pada pagi dan malam, aku terbuang di dalam kegelisahan. Ia menjamur di dalam darahku. Telah menjamur. Itu tak baik. Tekad secara tiba-tiba memacu saraf-saraf yang sekarat. Aku membuka rute baru. Mencuci bersih darahku. Menyuapi pikiran dengan teori-teori yang kurancang.
Masihkah?
Tentu saja. Rute baru, teori-teori, dan apapun itu, segalanya membawaku kembali pada titik awal. Ia tetap menjadi pagi, siang, dan malam. Sedang aku semakin terbuang jauh dalam kegelisahan.
Masihkah?
Hari-hari berlalu lalang di atas bahuku. Napas semakin berat. Realita nyaris kehilangan wajah. Sayang, aku masih belum mau mengambil resiko. Menurutku ini terlalu riskan. Kata seorang perkata, 'Hidup tak hanya soal satu cerita,' terlalu banyak benang merah yang dapat mengelabui mata.
Masihkah?
Tentu saja aku masih di dalam ruang waktu yang sama. Tapi aku punya catatan lalu yang sulit untuk aku lupakan. Bahwa aku pernah melangkah, menolak tuk menonton tangan-tangan yang lupa akan jiwanya. Aku pernah melangkah melepaskan egoku. Aku pernah melangkah dengan kebebasan. Langkah yang aku syukuri, sebab kini langkah lalu itu menjadi rambu kehidupanku.
Masihkah?
Aku bertanya padamu. Apakah kau merasakan denyut yang menjalar di dalam pertanyaan itu?
Masihkah?
Aku masih memberikan napas di dalam pagi, siang, dan malam. Adakah denyut di dalam nadimu?