Aku melihatnya tergeletak dalam kebekuan. Jendela di wajahnya terkunci rapat. Faktanya ia lupa dimana kunci jendela itu ditempatkan. Ia buta dalam artian sesungguhnya juga dalam artian yang dibuat-buat. Suaranya tertelan, masuk jauh ke dalam jurang pencernaan, tergeletak membusuk di saluran pembuangan. Dan napasnya membeku dalam ruang yang menjadi hampa.
Fokusku berpindah-pindah pada mereka yang mengelilingi dirinya yang tengah tergeletak itu. Cahaya di wajah mereka telah padam. Beberapa dari mereka berdiri di sudut sambil menunduk, ada beberapa yang menatap lurus tanpa fokus, dan beberapa lagi, cukup sulit untukku jelaskan. Dan satu yang serempak di antara mereka: ada lautan di sudut mata mereka.
Kami di ruangan ini tenggelam dalam helaan napas panjang dan berat, sesegukan, ratapan, juga penyesalan. Hawa di ruang itu terlampau pekat, kelabu. Aku tahu aku tak bisa melihat itu, tapi aku merasakan timpaannya yang berat menghantap setiap kepala dalam ruang itu. Termaksud diriku.
Tanpa logika, ini adalah bencana terbesar dalam hidup. Dalam kuasa ego, mereka tersakiti. Ada yang bergumam, "Aku akan menggendongmu sepanjang hidupku, biarkan aku mengairi air didih di atas tubuh bekunya," oh, gumaman itu, entahlah, aku takut berkomentar.
Dalam posisi ini aku tahu segalanya, maksudku, aku tahu ini menyakitkan, tapi tolong jangan lupakan logika. Tariklah napas dalam-dalam dan buang napas itu bersama toxic-toxic yang mengendap dalam kepala. Cobalah untuk berdiri di atas kakinya yang terbujur itu, aku yakin kalian akan tahu, ini adalah yang ia nanti-nantikan selama ini. Di atas kakinya ini adalah kedamaian.
Bagaimana bisa mereka menginginkannya tetap terbujur beku di atas kasur itu hanya demi pemenuhan ego? Sedang ia berteriak kosong dalam hatinya. Ia menangis dalam kesendirian di hatinya. Ia sakit dalam kesakitan yang terpuruk di seluruh napasnya. Ia menderita dalam kesunyian. Dan mereka menutup mata untuk fakta itu. Mereka menjadi tuli, buta, juga bisu demi ego yang ingin dimanja.
Coba berikan sedikit ruang untuk logika dalam ruang waktu ini. Aku yakin bahwa mereka akan mengangguk-angguk, ini bukanlah bencana besar. Ini hanyalah proses kehidupan. Semua orang di luar sana juga melewati saat-saat seperti ini. Bukankah dalam ajaran Tuhan untuk mencapai kedamaian yang tertinggi, maka kita terlebih dahulu harus meninggalkan hingar bingar dunia? Lantas apa yang mereka khawatirkan? Ini jalan yang sudah Tuhan tentukan, tak bisa diubah barang sedikitpun.