![]() |
Photo by Nicolas Vaudour on Behance |
Hasrat adalah hitam dan putih. Hasrat adalah kemajuan dan kemunduran. Hasrat ada di kiri dan kanan sepatu yang kita kenakan. Hasrat yang melangkah ataukah kaki yang melangkah? Semua ada di dalam pilihan.
Di setiap tarikan napas, terselip hitam dan putih, hasrat. Di setiap hembusan napas, terselip wajah-wajah hasrat, abu-abu. Meninggalkan bekas penyesalan atau tidak, semua itu ada di dalam pilihan.
Seperti apakah wajah hasrat? Tangan punya kendali atas bentuk wajah hasrat. Indah ataukah buruk rupa, semua itu ada di dalam pilihan. Seperti apakah darah dari hasrat? Hati punya kendali atas itu. Dan semua itu ada di dalam pilihan.
Mengarah pada pilihan, taukah kita apa itu pilihan? Sadarkah kita apa itu pilihan? Sudahkah kita menggunakan pilihan itu? Atas dasar sadar ataukah tanpa sadar? Atas pertimbangan pikiran dan hati ataukah tanpa kedua itu? Diri kita ataukah orang lain?
Pikiran di dalam pikiran adalah hal yang sederhana. Namun, pikiran di dalam realita adalah prahara. Sebab, kita bukan satu-satunya yang memiliki tangan.
Bisakah kita bernapas dengan kedua tangan kita? Jika tidak, tangan mana yang harus kita pilih? Adakah napas yang tersembunyi di balik tangan itu?
Kita membuat pilihan. Hasrat turut ikut memberi bisikan. Namun, wajah hasrat mana yang harus kita lihat? Semua itu ada di dalam pilihan. Namun, siapakah yang membuat pilihan tersebut?
Apapun bentuk wajahnya, hitam atau putih, dan segala warna pilihan, hasrat selalu meninggalkan bingkisan untuk sepatu-sepatu yang melangkah maupun tak melangkah. Hasrat selalu meninggalkan bingkisan untuk perasaan-perasaan yang menanti ataupun tidak. Dan hasrat tahu apa yang ia berikan. Hitam atau putih, elok atau buruk rupa, semua itu kembali pada pilihan yang ia terima.