Ichadiass
Ichadiass
  • Home
  • Goresan Sebelah Mata
  • Jejak Cupid
  • Kilas Balik dalam Langkah
  • Sitemap
  • Contact Us

 

Pixabay @358611

Aku melihatnya, ia ada di depanku. Ia berlalu mengikuti gerak mataku. Tak ada jarak yang memisahkan, semua terpotong oleh kehadirannya, hingga di ujung napasku. 


Aku menerka-nerka, apakah yang akan terjadi jika ia tak begitu dekat denganku. kau tahu, aku menerka-nerka akan hal itu bukan tanpa sebab. Aku hanya ingin tahu, apakah perasaan sesak itu tetap ada, layaknya kebutuhan hidupku akan oksigen. Ia terlalu dekat dalam hidupku. Itu berakibat fatal untuk emosi di sekelilingku. Aku rasa segalanya dalam kisah hakikat memiliki karakteristik jarak tertentu, dan itu selalu berhenti beberapa centi tepat di depan tubuh tiap-tiap kepala. Segalanya memiliki ruang sekecil apapun itu. Tak ada yang benar-benar mendekap hingga merasuk saat kau membuka ataupun menutup mata itu. Ini membuatku berpikir akan batasan, bukankah benar bahwa kita hidup dalam batasan-batasan yang telah ditentukan, entah itu oleh tangan yang tak terlihat atau tangan-tangan yang sengaja bersembunyi? Jika tidak, mungkin segalanya turut menjadi bejat dalam artian yang mereka percaya. 


Ah, ini sudah berada di puncak batasan yang bisaku lambaikan senyuman, keberadaannya yang mengambil tempat tepat di depan mataku membuatku buta pada sekeliling di balik punggungnya. Aku tak dapat melihat apapun kecuali ia seorang. Paparan dirinya yang berlebihan membuat syaraf-syarafku keracunan. Pikiranku mati tepat di depannya. Aku menangis, tapi air mata telah lenyap dalam tubuh yang dehidrasi. Ia kini menjadi pusat kehidupanku yang tak pernah sekalipunku inginkan. Jauh di kedalaman  sanubari yang tak dapat digerakkan, aku mendapat cercaan tak berujung. 


"bodoh, kau bodoh, kau hanya perlu menggerakkan tanganmu menghempas si pembuat ulah itu, ia hanya sosok figuran tak berarti. Tangan dan kakimu dibebaskan dari kebodohannya, mengapa kau terus-terusan mengambil kebodohan miliknya dan menyisakan kesempatan itu. Kau menderita bukan sebab mereka di sekitarmu yang terlampau bejat, tapi kau yang terlampau bodoh, kau menutup mata lantas merengek mengatakan kau menjadi buta, padahal kau hanya perlu membuka matamu, huh, dasar, mengapa aku bisa terperangkap dalam sanubari seorang idiot sepertimu?"


 
Pixabay @free-photos

Aku menemukan diriku terhempas terlampau jauh di belakang sana. Aku juga terperangkap. Sarang laba-laba di sekelilingku melemahkan setiap sendi di tubuhku. Jika malam tiba, saat aku menutup mata, aku menemukan gambaran hitam putih di kepalaku. Itu menjadi petunjuk bahwa aku semakin melemah. 

Waktu itu, pelan-pelan, juga tak sengaja, aku mengorek sebuah peti tua tempat penyimpanan pernak pernik masa lalu. Aku menemukan di dalamnya tergeletak beberapa lembar foto hitam putih penuh debu. Sebenarnya aku cukup bingung, untuk ukuran peti yang sebesar itu, dan setua itu, bagaimana bisa hanya berisi beberapa lembar foto tak berwarna penuh debu? Sayangnya, aku tak pernah menemukan jawaban dari rasa penasaranku itu. 

Walau hanya berisi beberapa lembar foto, rasa keingintahuanku tiba-tiba meningkat. Tanganku akhirnya bergerak mengikuti instruksi rasa ingin tahu yang bergelora. Satu persatu foto-foto itu kuambil. Aku memperhatikan, mengamati setiap foto dengan khusyu sambil memikirkan jalan cerita di balik setiap foto itu. Namun, ah, memikirkan jalan cerita di balik foto-foto itu cukup melemahkan diriku. 

Aku rasa aku tak sanggup. Itu foto hitam putih, tak ada satupun warna cerah yang dibekukan, dan fakta itu membuatku mual. Terlalu pekat, aku tak sanggup, lama-lama foto-foto hitam putih itu menghisap habis seluruh hitam di bola mataku. Sayangnya, aku terlambat menghentakkan kepalaku untuk berpikir. 

Segalanya kini menjadi tak seimbang, cerita-cerita diriku mulai bercampur aduk dengan cerita yang bersembunyi di balik tiap-tiap lembar foto hitam putih itu. Mataku hilang warna, meninggalkan warna putih pada kedua mataku, juga dunia yang kupandang. 


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

POPULAR POSTS

  • Harapan di Taman Bunga
  • Untukmu, Berhentilah...
  • Reminisensi
  • Riwayat Manis; Ia dan Rembulan
  • Sebelum Semuanya Terlambat

Categories

  • Goresan Sebelah Mata
  • Jejak Cupid
  • Kilas Balik dalam Langkah
  • Puisi
Diberdayakan oleh Blogger

Laporkan Penyalahgunaan

Search This Blog

Blog Archive

  • Maret 2025 (1)
  • Februari 2025 (1)
  • Maret 2024 (1)
  • Februari 2024 (1)
  • Oktober 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • Agustus 2023 (1)
  • Juli 2023 (1)
  • Juni 2023 (1)
  • Mei 2023 (1)
  • April 2023 (1)
  • Maret 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Desember 2022 (1)
  • November 2022 (1)
  • Oktober 2022 (1)
  • September 2022 (2)
  • Agustus 2022 (2)
  • Juli 2022 (1)
  • Juni 2022 (3)
  • April 2022 (1)
  • Maret 2022 (1)
  • Februari 2022 (2)
  • Januari 2022 (1)
  • November 2021 (1)
  • Oktober 2021 (1)
  • September 2021 (3)
  • Agustus 2021 (2)
  • Juli 2021 (5)
  • Juni 2021 (5)
  • Mei 2021 (2)

Social Plugin

Home Contact Us About Us Privacy Policy

Tentang Saya

Foto saya
Bukan siapa-siapa, hanya seseorang yang awam dalam banyak hal. Tidak sedang mengajari siapa-siapa. Hanya menumpahkan apa yang tak sempat diceritakan
Lihat profil lengkapku

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Translate

Copyright © Ichadiass. Designed by OddThemes